Sejauh mana sekolah dasar siap tatap muka? ini survey kemdikbud

Ilustrasi siswa SD: Sejumlah siswa SD memegang kreweng usai memainkannya dengan digesek-gesekan di Ceramic Music Festival 2015, di lapangan Jatiwangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Rabu petang (11/11/2015).

1. Fasilitas toilet bersih

Sri menyampaikan, dari hasil survei secara umum sekolah sudah mengetahui dan membaca Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. Selain itu hasil survei juga menunjukkan sekolah pada umumnya sudah memiliki toilet atau jamban bersih. Hal tersebut terlihat dari jawaban responden sebesar 97,1 persen yang menyatakan hal tersebut. “Sedangkan sisanya sebesar 2,9 persen menyatakan tidak memiliki toilet atau jamban bersih di sekolah. Jumlah toilet atau jamban bersih yang dimiliki sekolah sangat bervariasi, namun yang paling banyak berkisar antara 1-5 unit jamban/toilet di setiap sekolah,” papar Sri Wahyuningsih.

2. Sarana cuci tangan

Dalam menghadapi pandemi Covid-19, Direktur SD mengatakan satuan pendidikan memang sudah menyiapkan sarana cuci tangan pakai sabun (CTPS) atau hand sanitizer di sekolahnya, di mana jumlah sarana CTPS di masing-masing sekolah sangat bervariasi disesuaikan dengan banyaknya rombel dan kemampuan kapasitas finansial atau anggaran sekolah. “Namun secara persentase paling banyak memiliki 6 sampai 10 sarana CTPS di sekolah. Meskipun banyak sekolah yang sudah menyiapkan sarana CTPS, tapi masih ada pula sebagian sekolah yang belum menyiapkannya dikarenakan terbatasnya dana BOS di sekolah karena jumlah peserta didik yang sedikit dan tidak adanya akses air di sekolah,” katanya.

3. Alat disinfektan

Hasil dari survei juga menunjukkan sebanyak 92,4 persen satuan pendidikan telah memiliki alat disinfektan untuk keperluan sterilisasi sekolah, di mana jumlah alat disinfektan di masing-masing sekolah sangat bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan kapasitas finansial alias anggaran sekolah.

4. Akses ke faskes

Selain itu, sebesar 94,8 persen responden juga menjawab bahwa sekolah mampu mengakses fasilitas kesehatan, karena memang lokasinya yang cukup dekat, bahkan banyak faskes yang jaraknya kurang dari 100 meter dari sekolah.

5. Area wajib masker

“Dari hasil survei juga kita dapatkan sebanyak 99,8 persen responden menyatakan siap menerapkan area wajib masker kain di lingkungan sekolah,” papar Sri Bagi yang belum siap, lanjut dia, alasannya adalah sekolah tidak mampu membeli masker karena dana BOS yang terbatas (jumlah peserta didik sedikit), kemampuan ekonomi orang tua/wali murid yang terbatas, kesadaran warga sekolah yang masih rendah terkait penggunaan masker, sulitnya mengatur/mendisiplinkan siswa untuk menggunakan masker serta lokasi daerah yang terpencil, sehingga tidak perlu menggunakan masker Semenara itu, hanya sebesar 27,1 persen responden sekolah inklusif yang memiliki peserta didik disabilitas rungu menyatakan sudah menyiapkan masker tembus pandang.

6. Termogun

Sri juga memaparkan, sebesar 95,8 persen responden menjawab bahwa sekolah telah memiliki thermogun. Jumlah thermogun yang dimiliki sekolah sangat bervariasi tergantung pada kebutuhan dan kemampuan anggaran sekolah. Secara persentase, jumlah yang paling banyak dimiliki sekolah berkisar antara 1-5 buah. “Bagi sekolah yang tidak atau belum memiliki thermogun dikarenakan belum dianggarkan pada RKAS 2021, keterbatasan anggaran, harga yang relatif mahal, barang yang sulit di pasaran/tidak tersedia di daerah,” ujar Sri.

7. Pendataan riwayat kesehatan warga sekolah

Dan sebagian besar atau 78,1 persen responden menjawab bahwa mereka telah melakukan pendataan warga satuan pendidikan yang memiliki riwayat penyakit, sedangkan sisanya sebesar 21,9 persen menyatakan tidak atau belum melakukannya. Alasan yang dikemukakan oleh responden di antaranya: 1. Kurang terbukanya warga sekolah terkait riwayat penyakitnya. 2. Belum ada instruksi dari dinas pendidikan setempat. 3. Di masa pandemi, sekolah belum masuk, sehingga belum bisa untuk mendata karena di daerah tidak ada internet/ orang tua tidak memiliki handphone. 4. Menganggap bukan tupoksi sekolah untuk melakukan pendataan, tapi ini merupakan tugas dari petugas kesehatan (puskesmas/dinas kesehatan). Sebanyak 65,7 persen responden dari hasil survei juga menjawab bahwa sekolahnya telah melakukan pendataan warga satuan pendidikan yang memiliki riwayat perjalanan dari zona oranye dan merah serta belum menyelesaikan isolasi mandiri selama 14 hari.